Senin, 10 November 2014

Detik-detik Menuju Internship Perdana

Niat memulai internship pertamaqu.. Bismillahirrohmanirrohim

Entah bingung, galau, risau, pusing atau apalah namanya perasaan saya saat ini. Sebenarnya ini baru block ke dua saya di jenjang master yang artinya masuk bulan ke empat. Sebagai informasi, di sini course dibagi kedalam 4 block alias kuarter alias caturwulan (masa sekolah jaman tahun 90-an, semasa saya duduk di bangku SD).  Namun sudah dibebankan penyusunan proposal internship. Artinya saya harus memulai melakukan riset di salah satu lembaga bisa di universitas, balai riset negara atau perusahaan tertentu. 

Jelas pusing bukan kepalang, bahasa Inggris saja belum lancar ditambah lagi adaptasi dari materi pelajaran, metode pembelajaran, jenis ujian, budaya setempat eh sekarang harus memikirkan kegiatan magang (internship). Jika harus terjadi maka terjadilah, saya hanya perlu persiapan untuk menghadapinya yang entah seberapa matang persiapan saya kali ini.

Saat saya menceritakan hal ini, saya benar-benar pusing tapi sedikit merasa tertantang juga (hehehe..). Agak bingung harus memulai dari mana karena itu saya putuskan mencari literatur terkait tema internship. Hal yang masih menjadi kekhawatiran saya adalah lokasi internship yang tidak berada satu kota dengan tempat tinggal saya. Artinya ini akan jadi kegiatan yang menghabiskan tenaga, pikiran dan dana (ongkos bolak balik.. waduh). Jika proposal internship saya berjalan lancar. Saya akan memulai kegiatan di bulan Februari dengan atmosfer yang berbeda. Jelas saja, lokasi baru artinya saya akan bertemu dengan orang-orang baru dan situasi baru. Huff.. di kota yang saya tinggali ini saja, saya masih sering nyasar sekarang saya diajak untuk mengenal kota lain. Rencananya, magang akan berlangsung selama 6 bulan (saya hanya bisa berdoa semoga lancar, tepat waktu, tepat sasaran dan hasilnya bisa saya pertanggungjawabkan). 

Tema magang saya sebenarnya cukup menarik (maaf karena belum disetujui, jadi belum saya paparkan yap) namun masih sedikit literatur yang membahasnya. Tentu ini jadi kendala tersendiri sekaligus tantangan bagi saya. Meski jujur ini bukan kali pertama saya melakukan riset dengan minimnya literatur tapi saya tetap saja khawatir. Penguasaan materi masih tergolong minim, skill pengoprasian alat-alat penunjang juga sama minimnya (saya itu gagap teknologi). Jadi, saya hanya bisa berdoa dan berusaha karena cepat atau lambat saya akan menghadapinya bukan! Satu demi satu akan saya hadapi, setidaknya saya sudah bertemu dan berkenalan dengan dosen pembimbing serta supervisor saya nanti. Jadi saya sudah mengambil langkah awal, sekarang bagaimana melanjutkan ke langkah berikutnya.

Sebenarnya saya merasakan banyak keterbatasan dalam diri saya. Bagaimana tidak, sudah lama saya tidak belajar materi science baik dari teks book maupun praktik. Jelas karena setelah lulus sarjana tahun 2010, saya memutuskan menimba ilmu di dunia kerja. Itu pun tidak sejalur dengan materi perkuliahan saya sekarang. Namun demikian, saya cukup puas karena ilmu pengetahuan yang saya peroleh di dunia kerja menjadi bekal softskill saya saat ini. Untuk perkuliahan, saya hanya perlu kembali memahami alam. Mengenal dan melihat alam lebih dekat, sama seperti yang saya lakukan semasa di bangku sarjana, hanya saja kali ini lebih kompleks dengan dunia yang jauh lebih global. Oleh karena itu saya perlu berusaha lebih giat. Jangan menyerah, Go wanya go!  

Jika harus terjadi, maka terjadilah... saya hanya perlu menghadapi... semangat!!   

Sabtu, 01 November 2014

Merantau Lagi Lagi dan Lagi

Nijemegen, ini destinasi rantauan saya sekarang. Yup, benar sekali! Saya sudah beberapa kali merantau tetapi sebelumnya hanya di seputar negeri sendiri seperti Bogor dan Fakfak (Papua Barat).
Di ketiga daerah tersebut saya pasti menemukan hal-hal berbeda yang terkadang menyenangkan dan kadang kurang mengenakan bahkan membuat saya berpikir untuk kembali ke tempat sebelumnya. Namun, entah kenapa saya selalu memilih untuk menghadapinya, bukan karena saya kuat atau hebat tetapi karena saya menemukan kekuatan baru di sana sebut saja teman baru, keluarga baru ataupun sekedar motivasi baru :)
Bogor (destinasi rantauan pertama saya) membuat saya sadar betapa indahnya Kendari (kota asal saya). Jelas saja karena saya pecinta zona maritim alias daerah pantai dan saya tidak menemukannya di Bogor jadi saya sempat kecewa. Tapi.. itu hanya di awal karena selanjutnya banyak hal menyenangkan di Bogor sebut saja kebun raya, curug dan puncak terlebih lagi aneka macam masakan khas daerahnya yang membuat saya betah. Bogor memiliki suhu rata-rata yang tergolong nyaman karena terletak di dataran tinggi membuat udara di sana cukup sejuk (tidak sepanas di Kendari lah ya). Belum lagi makanannya dari asinan, soto bogor, gado-gado, karedok, lontong sayur, batagor, cireng, tahu isi sampai bala-bala saya suka. Namun demikian, semasa di sana saya tetap merindukan santapan ikan bakar khas orang buton (suku di Sulawesi Tenggara). 
Hingga suatu saat, saya merantau ke negeri timur Indonesia tepatnya di Kabupaten Fak-kak untuk menjalankan tugas pengabdian. Dari iklimnya, di sana tidak jauh beda dengan daerah kelahiran saya yaitu kota Kendari. Suhu daerahnya tergolong panas karena terletak di dataran rendah dan berada di daerah pantai. Makanannya tentu seputar seafood cukup berbeda dengan kampung halaman saya. Di sFak-fak, masakan seringkali diberi bumbu pala (buah khas Fakfak yang tergolong rempah-rempah). Belum lagi adat istiadatnya seperti bakar komunian (batu Arab), taro harta (adat pernikahan) dan ritual lainnya makin membuat saya jatuh cinta dengan Indonesia yang memiliki beragam adat istiadat. Saya hanya setahun di sana, jelas tidak lama tapi saya mendapat pelajaran hidup berharga yang bisa saya kenang seumur hidup.

Harta untuk mas kawin kepada pengantin Wanita di Fak-fak

Ketika di Fak-fak, lagi-lagi saya merindukan Bogor dengan segala kenyamanannya. Fasilitas internet, jaringan komunikasi via mobile phone, aneka masakan Bogor, udara sejuk dan air yang selalu tersedia membuat saya rindu dengan kehidupan di Bogor. Namun keterbatasan hidup di Fak-fak tidak membuat saya berhenti mencintai Fak-fak bahkan saya lebih bersyukur bahwa saya bisa merasakan hidup di sana. Fak-fak, dengan segala keterbatasannya menawarkan keistimewaan alam raya maritim yang pernah saya lihat. Sumber kekayaan alam melimpah dengan keindahan lautnya sungguh mempesona bahkan beberapa kali saya menerjang lautan hanya untuk melihat seberapa eloknya negeri cendrawasih ini. Yup, itu jelas terbalas karena keindahan yang saya lihat dengar dan rasakan di sana menutup segala keterbatasan wilayahnya. Motivasi baru pun muncul, di sana sumberdaya manusia belum banyak yang terdidik jadi saya memilih untuk mendidik anak-anak di sana melalui profesi guru di sebuah sekolah dasar di daerah pedesaan. Saya bukanlah superhero ataupun penguasa tapi setidaknya saya bisa menolong beberapa anak di sana untuk memahami pelajaran baik matematika, ilmu alam maupun soial sekaligus menjadi penguasa atas diri saya. Berbahasa, berprilaku baik serta memiliki kepercayaan diri adalah tujuan saya untuk anak-anak itu. Lalu anak-anak itu, ya merekalah yang mengajarkan saya menjadi superhero sekaligus penguasa atas diri saya. 

Siswa-siswi kelas 5, murid perwalian saya di Fak-fak 
Saya takut gelap, tikus, darah, cerita hantu dan masih banyak lagi tapi karena anak-anak di Fakfak. Saya seringkali menembus jalan gelap gulita hanya untuk memberi pelajaran tambahan yang entah untuk kesekian kalinya juga mengalami hal-hal mistis di perjalanan. Saya sempat mengobati beberapa orang anak dan masyarakat yang terjatuh ataupun kecelakaan sehingga membuat bagian tubuh mereka (kaki, tangan ataupun kepala) berdarah. Saya juga betah tinggal di daerah yang banyak tikusnya. Ckckckck... saya benar-benar merasa menjadi orang lain seperti seseorang yang bukanlah diri saya. Jelas keterbatasan di sana membawa motivasi baru bagi saya yang pada akhirnya membawa saya ke destinasi rantauan saya saat ini, Nijmegen.    
Nijmegen adalah salah satu kota tua (masuk dalam jajaran kota tertua) di Belanda. Di sini saya melanjutkan studi strata dua. Dua bulan lebih sudah saya di sini, Udara dingin, masakan yang kurang disukai lidah, bahasa asing, pelajaran yang tidak mudah menjadi tembok raksasa yang harus saya lewati. 
Kegiatan sehari-hari di kamar (mencoba memahami materi kuliah di laptop tersayang)

Suatu hari, saya mengikuti fieldtrip ke daerah perairan (semacam danau buatan) di sini. Semua orang kecuali saya mengenakan pakaian standar (kaos dan jeans) plus jaket tipis namun saya mengenakan jaket tebal (khas winter). Itu karena bagi saya udara sangatlah dingin meski beberapa orang di sana mengatakan "ini masih musim gugur" yang artinya belumlah terlalu dingin tetapi bagi saya ini adalah winter (musim dingin). Hal lain adalah makanan, lidah saya jelas belum terbiasa dengan Roti-keju. Bagi saya nasi tidak bisa digantikan dengan roti. Namun, perlahan saya membiasakan diri mengkonsumsi roti dan keju sedangkan nasi jelas tetap tidak tergantikan tapi dikurangi :). Belum lagi beberapa mata kuliah yang sulit saya pahami serta konflik sosial yang berpotensi terjadi di sekitar saya. Hmm.. saya sempat berpikir apa saya bisa menghadapi itu semua? Well.. jawabannya belum saya temukan bahkan hingga saat ini. Namun, perlahan saya menemukan hal-hal yang bisa berpotensi menjadi kekuatan saya untuk hidup di sini. Apa itu? Rahasia donk (nanti saya ceritakan, insyaallah). 
Inilah negeri rantauan saya sekarang, seperti yang sudah-sudah saya akan merindukan sesuatu yang tidak saya dapatkan di sini tapi untuk saat ini setidaknya saya hanya harus berusaha untuk beradaptasi dan menerima keadaan di sini. Cepat atau lambat saya akan menemukan hal-hal baik diantara hal-hal kurang menyenangkan. Inilah hidup.. Selamat Merantau "Wanya" eh bukan di sini saya dipanggil "Astri" :) Fighting!!! 


"Merantau tidaklah mudah tetapi bahkan di tengah kesulitan sekalipun masih ada hal-hal menyenangkan".