Nijemegen, ini destinasi rantauan saya sekarang. Yup, benar sekali! Saya sudah beberapa kali merantau tetapi sebelumnya hanya di seputar negeri sendiri seperti Bogor dan Fakfak (Papua Barat).
Di ketiga daerah tersebut saya pasti menemukan hal-hal berbeda yang terkadang menyenangkan dan kadang kurang mengenakan bahkan membuat saya berpikir untuk kembali ke tempat sebelumnya. Namun, entah kenapa saya selalu memilih untuk menghadapinya, bukan karena saya kuat atau hebat tetapi karena saya menemukan kekuatan baru di sana sebut saja teman baru, keluarga baru ataupun sekedar motivasi baru :)
Bogor (destinasi rantauan pertama saya) membuat saya sadar betapa indahnya Kendari (kota asal saya). Jelas saja karena saya pecinta zona maritim alias daerah pantai dan saya tidak menemukannya di Bogor jadi saya sempat kecewa. Tapi.. itu hanya di awal karena selanjutnya banyak hal menyenangkan di Bogor sebut saja kebun raya, curug dan puncak terlebih lagi aneka macam masakan khas daerahnya yang membuat saya betah. Bogor memiliki suhu rata-rata yang tergolong nyaman karena terletak di dataran tinggi membuat udara di sana cukup sejuk (tidak sepanas di Kendari lah ya). Belum lagi makanannya dari asinan, soto bogor, gado-gado, karedok, lontong sayur, batagor, cireng, tahu isi sampai bala-bala saya suka. Namun demikian, semasa di sana saya tetap merindukan santapan ikan bakar khas orang buton (suku di Sulawesi Tenggara).
Hingga suatu saat, saya merantau ke negeri timur Indonesia tepatnya di Kabupaten Fak-kak untuk menjalankan tugas pengabdian. Dari iklimnya, di sana tidak jauh beda dengan daerah kelahiran saya yaitu kota Kendari. Suhu daerahnya tergolong panas karena terletak di dataran rendah dan berada di daerah pantai. Makanannya tentu seputar seafood cukup berbeda dengan kampung halaman saya. Di sFak-fak, masakan seringkali diberi bumbu pala (buah khas Fakfak yang tergolong rempah-rempah). Belum lagi adat istiadatnya seperti bakar komunian (batu Arab), taro harta (adat pernikahan) dan ritual lainnya makin membuat saya jatuh cinta dengan Indonesia yang memiliki beragam adat istiadat. Saya hanya setahun di sana, jelas tidak lama tapi saya mendapat pelajaran hidup berharga yang bisa saya kenang seumur hidup.
Harta untuk mas kawin kepada pengantin Wanita di Fak-fak
Ketika di Fak-fak, lagi-lagi saya merindukan Bogor dengan segala kenyamanannya. Fasilitas internet, jaringan komunikasi via mobile phone, aneka masakan Bogor, udara sejuk dan air yang selalu tersedia membuat saya rindu dengan kehidupan di Bogor. Namun keterbatasan hidup di Fak-fak tidak membuat saya berhenti mencintai Fak-fak bahkan saya lebih bersyukur bahwa saya bisa merasakan hidup di sana. Fak-fak, dengan segala keterbatasannya menawarkan keistimewaan alam raya maritim yang pernah saya lihat. Sumber kekayaan alam melimpah dengan keindahan lautnya sungguh mempesona bahkan beberapa kali saya menerjang lautan hanya untuk melihat seberapa eloknya negeri cendrawasih ini. Yup, itu jelas terbalas karena keindahan yang saya lihat dengar dan rasakan di sana menutup segala keterbatasan wilayahnya. Motivasi baru pun muncul, di sana sumberdaya manusia belum banyak yang terdidik jadi saya memilih untuk mendidik anak-anak di sana melalui profesi guru di sebuah sekolah dasar di daerah pedesaan. Saya bukanlah superhero ataupun penguasa tapi setidaknya saya bisa menolong beberapa anak di sana untuk memahami pelajaran baik matematika, ilmu alam maupun soial sekaligus menjadi penguasa atas diri saya. Berbahasa, berprilaku baik serta memiliki kepercayaan diri adalah tujuan saya untuk anak-anak itu. Lalu anak-anak itu, ya merekalah yang mengajarkan saya menjadi superhero sekaligus penguasa atas diri saya.
Siswa-siswi kelas 5, murid perwalian saya di Fak-fak
Saya takut gelap, tikus, darah, cerita hantu dan masih banyak lagi tapi karena anak-anak di Fakfak. Saya seringkali menembus jalan gelap gulita hanya untuk memberi pelajaran tambahan yang entah untuk kesekian kalinya juga mengalami hal-hal mistis di perjalanan. Saya sempat mengobati beberapa orang anak dan masyarakat yang terjatuh ataupun kecelakaan sehingga membuat bagian tubuh mereka (kaki, tangan ataupun kepala) berdarah. Saya juga betah tinggal di daerah yang banyak tikusnya. Ckckckck... saya benar-benar merasa menjadi orang lain seperti seseorang yang bukanlah diri saya. Jelas keterbatasan di sana membawa motivasi baru bagi saya yang pada akhirnya membawa saya ke destinasi rantauan saya saat ini, Nijmegen.
Nijmegen adalah salah satu kota tua (masuk dalam jajaran kota tertua) di Belanda. Di sini saya melanjutkan studi strata dua. Dua bulan lebih sudah saya di sini, Udara dingin, masakan yang kurang disukai lidah, bahasa asing, pelajaran yang tidak mudah menjadi tembok raksasa yang harus saya lewati.
Kegiatan sehari-hari di kamar (mencoba memahami materi kuliah di laptop tersayang)
Suatu hari, saya mengikuti fieldtrip ke daerah perairan (semacam danau buatan) di sini. Semua orang kecuali saya mengenakan pakaian standar (kaos dan jeans) plus jaket tipis namun saya mengenakan jaket tebal (khas winter). Itu karena bagi saya udara sangatlah dingin meski beberapa orang di sana mengatakan "ini masih musim gugur" yang artinya belumlah terlalu dingin tetapi bagi saya ini adalah winter (musim dingin). Hal lain adalah makanan, lidah saya jelas belum terbiasa dengan Roti-keju. Bagi saya nasi tidak bisa digantikan dengan roti. Namun, perlahan saya membiasakan diri mengkonsumsi roti dan keju sedangkan nasi jelas tetap tidak tergantikan tapi dikurangi :). Belum lagi beberapa mata kuliah yang sulit saya pahami serta konflik sosial yang berpotensi terjadi di sekitar saya. Hmm.. saya sempat berpikir apa saya bisa menghadapi itu semua? Well.. jawabannya belum saya temukan bahkan hingga saat ini. Namun, perlahan saya menemukan hal-hal yang bisa berpotensi menjadi kekuatan saya untuk hidup di sini. Apa itu? Rahasia donk (nanti saya ceritakan, insyaallah).
Inilah negeri rantauan saya sekarang, seperti yang sudah-sudah saya akan merindukan sesuatu yang tidak saya dapatkan di sini tapi untuk saat ini setidaknya saya hanya harus berusaha untuk beradaptasi dan menerima keadaan di sini. Cepat atau lambat saya akan menemukan hal-hal baik diantara hal-hal kurang menyenangkan. Inilah hidup.. Selamat Merantau "Wanya" eh bukan di sini saya dipanggil "Astri" :) Fighting!!!
"Merantau tidaklah mudah tetapi bahkan di tengah kesulitan sekalipun masih ada hal-hal menyenangkan".
wanyaaaaa fighting...emang ga ada yg gampang...tapi pasti bisa deh...semangka2 ayeeee..jgn lupa keliling eropah...hehheee
BalasHapusJojahhhh.... yosh... lw juga fighting!! (hehe jd seneng disemangatin tmn dr belahan dunia timur)
BalasHapus