Senin, 15 Desember 2014

Kikuknya Wanya Part 1

Museum Bronbeek, 22 November 2014
Entah darimana ide ini muncul, tiba-tiba gue melakukan tour ke museum-museum di Belanda. Museum Bronbeek menjadi kunjungan museum ke dua gue setelah kunjungan pertama ke Museum Sepeda yang terletak di kota gue sendiri yaitu Nijmegen.

Museum Bronbeek, mulanya merupakan bangunan salah satu "Royal Palace" namun kemudian dibeli oleh King William III dan diberikan kepada negara sebagai tempat peristirahatan "rumah" bagi para veteran tentara KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang dalam sejarah Indonesia kita kenal sebagai Tentara Belanda yang menduduki Indonesia (http://en.wikipedia.org/wiki/Bronbeek). Jadi singkatnya, kalau teman-teman berkunjung ke sana akan sering bertemu dengan para tetua alias para jompo (kakek-kakek) veteran KNIL. Ya jelas lah karena museum ini juga sekaligus rumah mereka.
 Gbr 1. Manekin tentara KNIL

Gbr 2. Sensus penduduk di Batavia 1679

Nah, sewaktu ke sana saya ditemani oleh seorang teman bernama “R” (inisialnya aja). Dia seorang pemuda keturunan Belanda yang cukup tertarik dengan sejarah Indisch. Jadilah dia menjadi guide gak resmi gue di sana. 2 jam lebih, gue & R keliling museum melihat berbagai macam bukti sejarah perlawanan bangsa gue terhadap Belanda sekaligus perjuangan para pendahulu mencapai kemerdekaan. Dari senjata bambu runcing sampai meriam. Dari tokoh Belanda yang datang ke Negara gue sampai para pahlawan kemerdekaan merah putih. Lalu gue sadar “Merdeka” menjadi kata yang mudah diucapkan tapi ternyata menyimpan segelimang air mata. Lalu kenapa gue kikuk?

Hahaha… ini sepenggal cerita tentang kekikan gue di negeri Belanda. Jelas saja kikuk, gue banyak diceritakan tentang bagaimana sulitnya para pendahulu gue mengusir penjajah dan itu diceritakan oleh seorang keturunan “penjajah”. Ckckck... mau kesel dia sudah berbaik hati jadi guide, mau senang isi sejarah tentang penjajahan menyedihkan semua, mau marah juga buat apa?marah ke siapa? Lagi pula R temanku itu juga mengerti adanya ketidakadilan yang terjadi di masa lalu, tentang bangsa gue dan bangsa dia. R bahkan menegaskan, dia banyak belajar dari sejarah. Hari ini dan selanjutnya tidak boleh terjadi seperti itu lagi. Wuihh... gue harap juga begitu.
 Gbr 3. Meriam Aceh

Gue makin kikuk ketika kami bertemu dengan seorang kakek yang mengaku veteran KNIL. Si kakek mengajak kami berkeliling mengamati peninggalan-peninggalan sejarah sembari memberi penjelasan yang tidak tertera di papan penjelasan pajangan museum. R teman gue pun jadi risih dibuatnya karena sejujurnya R kurang suka mendengarkan pembicaraan orangtua (apalagi kakek-kakek), setidaknya itu yang dia bisikan ke gue (hahaha). Lalu si kakek berkata “Dulu Belanda jahat sekali ke orang-orang Indonesia” dengan aksen bernada melayu sembari menerjemahkan ke dalam Bahasa Belanda karena R jelas gak paham Bahasa Indonesia. Lalu… tetiba R menatap si kakek dengan tajam sembari berbincang dengan Bahasa Belanda yang kemudian jadilah gue yang gagal paham. Dari nada bicaranya sih sepertinya bernada negatif dan benar saja seusai kunjungan museum, R menjelaskan ke gue tentang perbincangannya dengan si kakek tadi. R menegaskan ke si kakek bahwa dia pemuda keturunan Belanda yang tidak berada di masa itu jadi R berharap si kakek tidak menyamaratakan beberapa tokoh Belanda di masa itu dan di masa sekarang. R juga bahkan bertanya balik tentang pendapat gue mengenai negaranya. Nah loh, gue makin kikuk deh.

Jadi gue rasa si Kakek gak bermaksud jahat, dia hanya ingin membuat gue nyaman tinggal di negeri Belanda dan mencoba menjadi warga yang baik dengan mengatakan bahwa dia paham dengan penderitaan bangsa gue di masa lalu. Selain itu, dia mencoba berkomunikasi dengan gue dan agar gue merespon percakapannya dengan santai jadilah dia mengatakan tentang hal seperti itu. Menurutku si kakek hanya ingin berbincang-bincang dan R teman gue itu menanggapinya terlalu serius. Soal pendapat gue mengenai negaranya gue hanya bilang kalo kita hidup di masa sekarang dan banyak kejadian buruk terjadi di masa lalu. Tugas kita sebagai generasi peneruslah yang perlu bekerjasama tentunya yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Lagipula lihat gue sekarang, gue datang ke Negara yang dulu menjajah bangsa gue untuk belajar karena gue sadar negara ini memang lebih maju tentang pengetahuan lagipula banyak tokoh negarawan dari bangsa gue yang belajar ke sini tanpa takut dengan hubungan buruk di masa lalu. Jadi gak perlu khawatir dengan masa lalu selama ada niat untuk memperbaikinya di masa mendatang. Ok! Kemudian satu hal mengenai budaya gue, di Negara gue, mereka yang muda sangat menghormati yang lebih tua jadi ketika yang tua berbicara sudah sewajarnya yang muda mendengarkan bukan berarti harus menyetujui... hehe… R pun manggut-manggut dan mengatakan sepertinya dia paham maksud si kakek tadi. Huff... syukurlah kekikukan teratasi.

Itulah sepenggal cerita kekikukan gue dan sebagai informasi dulu gue kurang tertarik dengan yang namanya sejarah, tapi sekarang di sini di negeri kompeni, gue jadi lebih tertarik J

“It’s not about your life in the past but it’s about what you learn from the past”.   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar