Museum
Bronbeek, 22 November 2014
Entah
darimana ide ini muncul, tiba-tiba gue melakukan tour ke museum-museum di Belanda. Museum Bronbeek menjadi kunjungan
museum ke dua gue setelah kunjungan pertama ke Museum Sepeda yang terletak di
kota gue sendiri yaitu Nijmegen.
Museum
Bronbeek, mulanya merupakan bangunan salah satu "Royal Palace" namun kemudian
dibeli oleh King William III dan diberikan kepada negara sebagai tempat
peristirahatan "rumah" bagi para veteran tentara KNIL (Koninklijk
Nederlands Indisch Leger) yang dalam sejarah Indonesia kita kenal sebagai
Tentara Belanda yang menduduki Indonesia (http://en.wikipedia.org/wiki/Bronbeek).
Jadi singkatnya, kalau teman-teman berkunjung ke sana akan sering bertemu
dengan para tetua alias para jompo (kakek-kakek) veteran KNIL. Ya jelas lah
karena museum ini juga sekaligus rumah mereka.
Gbr 1. Manekin tentara KNIL
Gbr 2. Sensus penduduk di Batavia 1679
Nah,
sewaktu ke sana saya ditemani oleh seorang teman bernama “R” (inisialnya aja).
Dia seorang pemuda keturunan Belanda yang cukup tertarik dengan sejarah Indisch. Jadilah dia menjadi guide gak
resmi gue di sana. 2 jam lebih, gue & R keliling museum melihat berbagai
macam bukti sejarah perlawanan bangsa gue terhadap Belanda sekaligus perjuangan
para pendahulu mencapai kemerdekaan. Dari senjata bambu runcing sampai meriam. Dari
tokoh Belanda yang datang ke Negara gue sampai para pahlawan kemerdekaan merah
putih. Lalu gue sadar “Merdeka” menjadi kata yang mudah diucapkan tapi ternyata
menyimpan segelimang air mata. Lalu kenapa gue kikuk?
Hahaha…
ini sepenggal cerita tentang kekikan gue di negeri Belanda. Jelas saja kikuk, gue
banyak diceritakan tentang bagaimana sulitnya para pendahulu gue mengusir
penjajah dan itu diceritakan oleh seorang keturunan “penjajah”. Ckckck... mau
kesel dia sudah berbaik hati jadi guide, mau senang isi sejarah tentang
penjajahan menyedihkan semua, mau marah juga buat apa?marah ke siapa? Lagi pula
R temanku itu juga mengerti adanya ketidakadilan yang terjadi di masa lalu, tentang
bangsa gue dan bangsa dia. R bahkan menegaskan, dia banyak belajar dari
sejarah. Hari ini dan selanjutnya tidak boleh terjadi seperti itu lagi. Wuihh...
gue harap juga begitu.
Gbr 3. Meriam Aceh
Gue
makin kikuk ketika kami bertemu dengan seorang kakek yang mengaku veteran KNIL.
Si kakek mengajak kami berkeliling mengamati peninggalan-peninggalan sejarah sembari
memberi penjelasan yang tidak tertera di papan penjelasan pajangan museum. R
teman gue pun jadi risih dibuatnya karena sejujurnya R kurang suka mendengarkan
pembicaraan orangtua (apalagi kakek-kakek), setidaknya itu yang dia bisikan ke
gue (hahaha). Lalu si kakek berkata “Dulu Belanda jahat sekali ke orang-orang
Indonesia” dengan aksen bernada melayu sembari menerjemahkan ke dalam Bahasa Belanda
karena R jelas gak paham Bahasa Indonesia. Lalu… tetiba R menatap si kakek
dengan tajam sembari berbincang dengan Bahasa Belanda yang kemudian jadilah gue
yang gagal paham. Dari nada bicaranya sih sepertinya bernada negatif dan benar
saja seusai kunjungan museum, R menjelaskan ke gue tentang perbincangannya
dengan si kakek tadi. R menegaskan ke si kakek bahwa dia pemuda keturunan
Belanda yang tidak berada di masa itu jadi R berharap si kakek tidak menyamaratakan
beberapa tokoh Belanda di masa itu dan di masa sekarang. R juga bahkan bertanya
balik tentang pendapat gue mengenai negaranya. Nah loh, gue makin kikuk deh.
Jadi
gue rasa si Kakek gak bermaksud jahat, dia hanya ingin membuat gue nyaman
tinggal di negeri Belanda dan mencoba menjadi warga yang baik dengan mengatakan
bahwa dia paham dengan penderitaan bangsa gue di masa lalu. Selain itu, dia
mencoba berkomunikasi dengan gue dan agar gue merespon percakapannya dengan
santai jadilah dia mengatakan tentang hal seperti itu. Menurutku si kakek hanya
ingin berbincang-bincang dan R teman gue itu menanggapinya terlalu serius. Soal
pendapat gue mengenai negaranya gue hanya bilang kalo kita hidup di masa
sekarang dan banyak kejadian buruk terjadi di masa lalu. Tugas kita sebagai
generasi peneruslah yang perlu bekerjasama tentunya yang saling menguntungkan
kedua belah pihak. Lagipula lihat gue sekarang, gue datang ke Negara yang dulu
menjajah bangsa gue untuk belajar karena gue sadar negara ini memang lebih maju
tentang pengetahuan lagipula banyak tokoh negarawan dari bangsa gue yang
belajar ke sini tanpa takut dengan hubungan buruk di masa lalu. Jadi gak perlu
khawatir dengan masa lalu selama ada niat untuk memperbaikinya di masa
mendatang. Ok! Kemudian satu hal mengenai budaya gue, di Negara gue, mereka yang
muda sangat menghormati yang lebih tua jadi ketika yang tua berbicara sudah
sewajarnya yang muda mendengarkan bukan berarti harus menyetujui... hehe… R pun
manggut-manggut dan mengatakan sepertinya dia paham maksud si kakek tadi. Huff...
syukurlah kekikukan teratasi.
Itulah
sepenggal cerita kekikukan gue dan sebagai informasi dulu gue kurang tertarik
dengan yang namanya sejarah, tapi sekarang di sini di negeri kompeni, gue jadi lebih
tertarik J
“It’s
not about your life in the past but it’s about what you learn from the past”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar